sedarah

Probably you will read the same story or watch the same movie in another website. Hopefully everyone will enjoy this share….

  • January 2009
    M T W T F S S
     1234
    567891011
    12131415161718
    19202122232425
    262728293031  
  • Archives

  • your visit rank

    • 2,895,283 hits
  • friendship

    Earn money with Scour!

Archive for January, 2009

OH mama, oh adikku

Posted by premium on January 28, 2009

Membaca cerita-cerita di sini mengingatkan diriku pada 19 tahun yang lalu saat pertama kalinya aku merasakan nikmatnya seks. Saat itu usiaku 11 tahun dan masih duduk di kelas 6 SD. Dan orang-orang pertama yang menjadi pemuas nafsuku adalah Mama dan adikku sendiri.

Sudah sejak berumur 7 atau 8 tahun aku mempunyai keingintahuan dan hasrat yang kuat akan seks. Secara sembunyi-sembunyi aku sering membaca majalah dewasa milik orang tuaku. Biasanya hal itu kulakukan saat sebelum berangkat sekolah dan orang tuaku tidak di rumah. Saat membaca majalah tersebut aku juga beronani untuk memuaskan hasratku.

Pada saat usiaku 10 tahun, hasratku akan pemuasan seks semakin besar, maklum saat itu adalah masa puber. Frekuensiku melakukan onani juga semakin sering, dalam sehari bisa sampai 4 kali. Dan setiap hari minimal 1 kali pasti aku lakukan.

Pada suatu sore ketika aku duduk di kelas 6 SD, saat itu tidak ada seorang pun di rumah. Papa sedang bertugas keluar kota, sedangkan Mama dan adikku sedang mengikuti suatu kegiatan sejak pagi. Aku gunakan kesempatan tersebut untuk menonton blue film milik orang tuaku. Sejak pagi sudah 3 film aku putar dan sudah 4 kali aku melakukan onani. Namun hasratku masih juga begitu besar.

Ada adegan yang sangat aku sukai dan aku sering berkhayal bahwa aku menjadi pemeran pria dalam film itu. Adegan itu adalah saat seorang pria sedang berbaring sementara wanita pertama duduk di atas penis sang pria sambil menggoyangkan pinggulnya dan wanita kedua duduk tepat di atas mukanya sementara sang pria dengan lahapnya menjilati vagina wanita kedua tersebut.

Aku segera menurunkan celanaku bersiap melakukan onani sambil menyaksikan adegan favoritku. Di tengah-tengah kegiatanku dan film sedang hot-hotnya, tiba-tiba terdengar suara pintu pagar dibuka. Saat itu menunjukkan pukul 20.00, ternyata Mama dan adikku sudah pulang. Segera aku kenakan celanaku kembali dan mengeluarkan video dari playernya kemudian meletakkannya kembali di tempatnya. Lalu baru aku membukakan pintu untuk mereka.

“Eh Wan, tolong bantu masukkan barang-barang dong”, Mama memintaku membantunya membawa barang-barang.
“Iya Ma. Shin, di sana ngapain aja? Koq sepertinya capek banget sih?”, aku menyapa adikku Shinta.
“Wah, banyak. Pagi setelah aerobik terus jalan lintas alam. Sampai di atas udah siang. Terus sorenya baru turun. Pokoknya capek deh.”, Shinta menjelaskannya dengan bersemangat.

Setelah itu mereka mandi dan makan malam. Sementara aku duduk di ruang keluarga sambil menonton acara TV. Setelah mereka selesai makan malam, adikku langsung menuju ke kamarnya di atas. Mama ikut bergabung denganku menonton TV.

“Wan, ada acara bagus apa aja?”, Mama bertanya padaku.
“Cuma ini yang mendingan, yang lainnya jelek”, aku memberi tahu bahwa hanya acara yang sedang kutonton yang cukup bagus.

Saat itu acaranya adalah film action. Setelah itu ada pembicaraan kecil antara aku dan Mama. Karena lelah, Mama menonton sambil tiduran di atas karpet. Tidak lama sesudah itu Mama rupanya terlelap. Aku tetap menonton. Pada suatu saat, dalam film tersebut ada jalan cerita dimana teman wanita sang jagoan tertangkap dan diperkosa oleh boss penjahat. Spontan saja penisku mengembang. Aku tetap meneruskan menonton.

Ketika film sedang seru-serunya, tanpa sengaja aku menatap Mama yang sedang tertidur dengan posisi telentang dan kaki yang terbentang. Baju tidurnya (daster) tersingkap, sehingga sedikit celana dalamnya terlihat. Tubuhku langsung bergetar karena nafsuku yang tiba-tiba meledak. Tidak pernah terpikir olehku melakukan persetubuhan dengan Mamaku sendiri. Tapi pemandangan ini sungguh menggiurkan. Pada usia 29 tahun, Mama masih terlihat sangat menarik. Dengan kulit kuning, tinggi badan 161 cm, berat badan 60 kg, buah dada 36B ditambah bentuk pinggulnya yang aduhai, ternyata selama ini aku tidak menyadari bahwa sebenarnya Mama sangat menggairahkan.

Selama ini aku benar-benar tidak pernah punya pikiran aneh terhadap Mama. Sekarang sepertinya baru aku tersadar. Nafsu mendorongku untuk menjamah Mama, namun sejenak aku ragu. Bagaimana kalau sampai Mama terbangun. Namun dorongan nafsu memaksaku. Akhirnya aku memberanikan diri setelah sebelumnya aku mengecilkan volume TV agar tidak membangunkan Mama. Aku bergerak mendekati Mama dan mengambil posisi dari arah kaki kanannya. Untuk memastikan agar Mama tidak sampai terbangun, kugerak-gerakkan tangan Mama dan ternyata memang tidak ada reaksi.

Rupanya karena lelah seharian, ia jadi tertidur dengan sangat lelap. Dasternya yang tersingkap, kucoba singkap lebih tinggi lagi sampai perut dan tidak ada kesulitan. Tapi itu belum cukup, aku singkap dasternya lebih tinggi lagi dengan terlebih dahulu aku pindahkan posisi kedua tangannya ke atas. Sekarang kedua buah dadanya dapat terlihat dengan jelas, karena ternyata Mama tidak mengenakan bra. Langsung aku sentuh buah dada kanannya dengan telapak tangan terbuka dan dengan perlahan aku remas. Setelah puas meremasnya, aku hisap bagian putingnya lalu seluruh bagian buah dadanya.

Tiba-tiba Mama mendesah. Aku kaget dan merasa takut kalau-kalau sampai Mama terbangun. Tetapi setelah kutunggu beberapa saat tidak ada reaksi lain darinya. Untuk memastikannya lagi aku meremas buah dada Mama lebih keras dan tetap tidak ada reaksi. Walau masih penasaran dengan bagian dadanya, namun aku takut jika tidak punya cukup waktu. Sekarang sasaran aku arahkan ke vaginanya. Mama mengenakan CD tipis berwarna kuning sehingga masih terlihat bulu kemaluannya.

Aku raba dan aku ciumi vagina Mama, tapi aku tidak puas karena masih terhalang CD-nya. Jadi kuputuskan untuk menurunkan CD-nya sampai seluruh vaginanya terlihat. Namun hal itu tidak dapat kulakukan karena posisi kakinya yang terbentang menyulitkanku untuk menurunkannya. Jadi terpaksa aku rapatkan kakinya sehingga aku bisa menurunkan CD-nya sampai lutut. Tapi akibatnya aku jadi tidak bisa mengeksplorasi vagina Mama dengan leluasa karena kakinya kini merapat. Apakah aku harus melepas semuanya? Tentu akan lebih leluasa, tapi jika Mama sampai terbangun akan berbahaya karena aku tidak akan bisa dengan cepat memakaikannya kembali.

Berhubung nafsuku sudah memburu, maka aku putuskan untuk melepaskannya semua. Lalu aku rentangkan kakinya. Sekarang vagina Mama dapat terlihat dengan jelas. Tidak tahan lagi, langsung aku cium dan jilati vaginanya. Lebih jauh lagi, dengan kedua tangan kubuka bibir-bibir vaginanya dan aku jilati bagian dalamnya. Aku benar-benar semakin bernafsu, ingin rasanya aku telan vagina Mama. Tidak lama setelah aku jilati, vaginanya menjadi basah. Setelah puas mencium dan menjilati bagian vaginanya, penisku sudah tidak tahan untuk dimasukkan ke dalam vagina Mama. Aku kemudian berdiri untuk melepas celanaku. Lalu aku duduk lagi di antara kedua kaki Mama dan aku bentangkan kakinya lebih lebar.

Dengan mengambil posisi duduk dan kedua kakiku dibentangkan untuk menahan kedua kaki Mama, aku arahkan penisku ke lubang vaginanya. Tangan kananku membantu membuka lubang vagina Mama sementara aku dorong penisku perlahan. Aku rasakan penisku memasuki daerah yang basah, hangat dan menjepit. Tubuhku gemetar hebat karena nafsu yang mendesak. Setelah beberapa saat akhirnya seluruh penisku sudah berhasil masuk ke dalam vagina Mama dengan tidak terlalu sulit, mungkin karena Mama sudah melahirkan dua orang anak.

Mulailah kugoyangkan pinggulku maju mundur secara perlahan. Kurasakan kenikmatan dan sensasi yang luar biasa. Aku memutuskan untuk memuaskan nafsuku, apa pun yang terjadi. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Dengan semakin bernafsu, aku peluk tubuh Mama dan mengulum dadanya, sementara penisku terus bergerak cepat menggosok vagina Mama. Aku sudah tidak peduli lagi apakah Mama akan terbangun atau tidak, biar pun terbangun aku akan terus menggoyangnya sampai aku puas.

Sungguh nikmat. Bahkan lebih nikmat daripada fantasiku selama ini. Setelah aku berjuang keras selama 6 menit, akhirnya aku sudah tidak tahan lagi hingga aku benamkan penisku dalam-dalam ke vagina Mama. Aku rasakan spermaku mengalir bersamaan dengan sensasi yang luar biasa. Seakan melayang sampai-sampai terasa sakit kepala. Aku biarkan penisku beberapa saat di dalam tubuh Mamaku.

Setelah cukup rileks, aku cabut penisku. Aku puas. Aku tidak menyesal. Aku kenakan kembali celanaku. Sebelum aku kenakan kembali CD-Mama, aku puaskan diri dengan meremas-remas vagina Mama. Setelah itu aku rapikan kembali daster Mama. Aku matikan TV dan naik menuju kamarku di atas. Aku langsung rebahan di atas kasurku. Walau aku merasa lelah tapi aku tidak bisa tidur membayangkan pengalaman ternikmat yang baru saja aku rasakan. Pengalaman seorang anak SD yang baru saja melakukan hubungan seks dengan Mamanya sendiri.

Membayangkan hal tersebut saja membuat nafsuku bangkit kembali. Aku berpikir untuk kembali melakukannya dengan Mama. Aku berjalan keluar kamar menuju ruang keluarga. Namun di depan kamar Shinta adikku, entah apa yang mengubah pikiranku. Aku berpikir, kalau Mama saja tidur sedemikian lelapnya maka tentu Shinta juga demikian. Apalagi selama ini Shinta kalau sudah tidur sulit sekali untuk dibangunkan.

Perlahan aku buka kamarnya dan aku lihat Shinta tertidur dengan menggunakan selimut. Aku masuk ke kamarnya dan aku tutup lagi pintunya. Seperti yang sudah aku lakukan dengan Mama, aku juga sudah bertekad akan menyetubuhi Shinta adikku sendiri. Walaupun ia bangun aku juga tidak akan peduli.

Lalu aku singkap selimutnya dan aku lepaskan dasternya serta tidak CD-nya. Sekarang Shinta sudah benar-benar bugil. Karena Shinta belum memiliki buah dada, sasaranku langsung ke vaginanya. Vaginanya sungguh mulus karena belum ditumbuhi rambut. Aku rentangkan kakinya lalu aku cium dan jilati vaginanya. Sekali-kali aku gigit perlahan. Lalu aku buka lebar-lebar bibir vaginanya dengan jariku dan kujilati bagian dalamnya.

Setelah puas menciumi vaginanya, aku bersiap untuk menghunjamkan penisku ke dalam vagina Shinta yang masih mulus. Aku rentangkan kakinya dan aku tempatkan melingkar di pinggangku. Aku ingin mengambil posisi yang memungkinkanku dapat menyetubuhi Shinta dengan leluasa.

Lalu kuarahkan penisku ke lubang vaginanya sementara kedua tanganku membantu membuka bibir vaginanya. Aku dorong perlahan namun ternyata tidak semudah aku melakukannya dengan Mama. Vagina Shinta begitu sempit, karena ia masih kecil (saat itu ia baru berusia 9 tahun) dan tentu saja masih perawan. Tapi itu bukan halangan bagiku. Aku terus mendorong penisku dan bagian kepala penisku akhirnya berhasil masuk. Namun untuk lebih jauh sangat sulit.

Nafsuku sudah memuncak tapi masih belum bisa masuk juga hingga membuatku kesal. Karena aku sudah bertekad, maka aku paksakan untuk mendorongnya hingga aku berhasil. Namun tiba-tiba saja Shinta merintih. Aku diam sejenak dan ternyata Shinta tidak bereaksi lebih jauh. Walaupun aku tidak peduli apakah Shinta akan tahu atau tidak, tetap saja akan lebih baik kalau Shinta tidak mengetahuinya.

Kemudian aku mulai menggoyang pinggulku, tetapi gerakanku tidak bisa selancar saat melakukannya dengan Mama, karena vagina Mama basah dan tidak terlalu sempit, sedangkan milik Shinta kering dan sempit. Aku terus menggesekan penisku di dalam tubuh Shinta semakin lama semakin cepat sambil memeluk tubuhnya. Ada perbedaan kenikmatan tersendiri antara vagina Mama dan Shinta. Karena vagina Shinta lebih sempit maka hanya dalam waktu 3 menit aku sudah mencapai orgasme.

Kubiarkan spermaku mengalir di dalam vagina Shinta. Aku tidak perlu khawatir karena aku tahu Shinta belum bisa hamil. Aku tekan penisku dalam-dalam dan aku peluk Shinta dengan erat. Setelah puas aku kenakan lagi pakaian Shinta baru aku kenakan pakaianku sendiri. Aku berjingkat kembali ke kamarku dan tertidur sampai keesokan paginya.

Pada pagi harinya aku agak khawatir jika ketahuan. Tapi sampai aku berangkat sekolah tidak ada yang mencurigakan dari sikap Mama maupun Shinta. Sejak saat itu aku selalu terbayang kenikmatan yang aku alami pada malam itu. Aku ingin mengulanginya. Dengan Mama kemungkinannya bisa dilakukan jika Papa tidak di rumah. Jadi akan lebih besar kesempatannya jika melakukannya dengan Shinta saja. Walaupun pada saat melakukannya, aku tidak peduli jika diketahui tetapi tetap akan lebih aman jika mereka tidak mengetahuinya. Maka hampir setiap malam, aku selalu bergerilya ke kamar Shinta. Namun aku hanya berhasil sampai tahap melucuti pakaiannya. Setiap kali penisku mulai masuk, Shinta selalu terbangun.

Empat bulan sejak pengalaman pertama, aku belum pernah lagi melakukan sex. Pada bulan kelima, aku masuk SMP dan pada pelajaran biologi aku mengenal suatu bahan kimia praktikum yang digunakan untuk membius. Saat itu aku langsung berpikir bahwa aku bisa menggunakannya bersetubuh dengan Shinta lagi.

Setelah pelajaran biologi, aku mengambil sebotol obat bius untuk dibawa ke rumah. Pada malam hari setelah semuanya tertidur, aku masuk ke kamar Shinta. Sebuah sapu tangan yang telah dilumuri obat bius aku tempatkan di hidung Shinta. Setelah beberapa saat, aku angkat sapu tangan tersebut dan mulai melucuti pakaian Shinta. Dan setelah aku melucuti seluruh pakaianku, aku naik ke ranjang Shinta dan duduk di antara kedua kakinya.

Aku mengambil posisi favoritku dengan menempatkan kedua kakinya melingkari pinggangku. Aku masukkan penisku ke vaginanya dengan perlahan sampai keseluruhan penisku masuk. Goyangan pinggulku mulai menggoyang tubuh Shinta. Aku memeluk tubuhnya dengan erat dan penisku bergerak keluar masuk dengan cepat. Karena aku yakin Shinta tidak akan terbangun maka aku bisa mengubah posisi sesukaku. Seperti sebelumnya, saat pada puncaknya aku biarkan spermaku tertumpah di dalam vaginanya.

Sejak saat itu hampir setiap hari aku menyetubuhi adikku, Shinta. Sesekali jika Papa sedang di luar kota, aku juga menyetubuhi Mama. Alangkah beruntungnya aku. Dengan ilmu pengetahuan, suatu hambatan ternyata dapat diselesaikan dengan mudah.

Posted in mama n adik | Tagged: , , , | 15 Comments »

OH mama, oh adikku

Posted by premium on January 28, 2009

Membaca cerita-cerita di rumahseks.blogspot.com ini mengingatkan diriku pada 19 tahun yang lalu saat pertama kalinya aku merasakan nikmatnya seks. Saat itu usiaku 11 tahun dan masih duduk di kelas 6 SD. Dan orang-orang pertama yang menjadi pemuas nafsuku adalah Mama dan adikku sendiri.

Sudah sejak berumur 7 atau 8 tahun aku mempunyai keingintahuan dan hasrat yang kuat akan seks. Secara sembunyi-sembunyi aku sering membaca majalah dewasa milik orang tuaku. Biasanya hal itu kulakukan saat sebelum berangkat sekolah dan orang tuaku tidak di rumah. Saat membaca majalah tersebut aku juga beronani untuk memuaskan hasratku.

Pada saat usiaku 10 tahun, hasratku akan pemuasan seks semakin besar, maklum saat itu adalah masa puber. Frekuensiku melakukan onani juga semakin sering, dalam sehari bisa sampai 4 kali. Dan setiap hari minimal 1 kali pasti aku lakukan.

Pada suatu sore ketika aku duduk di kelas 6 SD, saat itu tidak ada seorang pun di rumah. Papa sedang bertugas keluar kota, sedangkan Mama dan adikku sedang mengikuti suatu kegiatan sejak pagi. Aku gunakan kesempatan tersebut untuk menonton blue film milik orang tuaku. Sejak pagi sudah 3 film aku putar dan sudah 4 kali aku melakukan onani. Namun hasratku masih juga begitu besar.

Ada adegan yang sangat aku sukai dan aku sering berkhayal bahwa aku menjadi pemeran pria dalam film itu. Adegan itu adalah saat seorang pria sedang berbaring sementara wanita pertama duduk di atas penis sang pria sambil menggoyangkan pinggulnya dan wanita kedua duduk tepat di atas mukanya sementara sang pria dengan lahapnya menjilati vagina wanita kedua tersebut.

Aku segera menurunkan celanaku bersiap melakukan onani sambil menyaksikan adegan favoritku. Di tengah-tengah kegiatanku dan film sedang hot-hotnya, tiba-tiba terdengar suara pintu pagar dibuka. Saat itu menunjukkan pukul 20.00, ternyata Mama dan adikku sudah pulang. Segera aku kenakan celanaku kembali dan mengeluarkan video dari playernya kemudian meletakkannya kembali di tempatnya. Lalu baru aku membukakan pintu untuk mereka.

“Eh Wan, tolong bantu masukkan barang-barang dong”, Mama memintaku membantunya membawa barang-barang.
“Iya Ma. Shin, di sana ngapain aja? Koq sepertinya capek banget sih?”, aku menyapa adikku Shinta.
“Wah, banyak. Pagi setelah aerobik terus jalan lintas alam. Sampai di atas udah siang. Terus sorenya baru turun. Pokoknya capek deh.”, Shinta menjelaskannya dengan bersemangat.

Setelah itu mereka mandi dan makan malam. Sementara aku duduk di ruang keluarga sambil menonton acara TV. Setelah mereka selesai makan malam, adikku langsung menuju ke kamarnya di atas. Mama ikut bergabung denganku menonton TV.

“Wan, ada acara bagus apa aja?”, Mama bertanya padaku.
“Cuma ini yang mendingan, yang lainnya jelek”, aku memberi tahu bahwa hanya acara yang sedang kutonton yang cukup bagus.

Saat itu acaranya adalah film action. Setelah itu ada pembicaraan kecil antara aku dan Mama. Karena lelah, Mama menonton sambil tiduran di atas karpet. Tidak lama sesudah itu Mama rupanya terlelap. Aku tetap menonton. Pada suatu saat, dalam film tersebut ada jalan cerita dimana teman wanita sang jagoan tertangkap dan diperkosa oleh boss penjahat. Spontan saja penisku mengembang. Aku tetap meneruskan menonton.

Ketika film sedang seru-serunya, tanpa sengaja aku menatap Mama yang sedang tertidur dengan posisi telentang dan kaki yang terbentang. Baju tidurnya (daster) tersingkap, sehingga sedikit celana dalamnya terlihat. Tubuhku langsung bergetar karena nafsuku yang tiba-tiba meledak. Tidak pernah terpikir olehku melakukan persetubuhan dengan Mamaku sendiri. Tapi pemandangan ini sungguh menggiurkan. Pada usia 29 tahun, Mama masih terlihat sangat menarik. Dengan kulit kuning, tinggi badan 161 cm, berat badan 60 kg, buah dada 36B ditambah bentuk pinggulnya yang aduhai, ternyata selama ini aku tidak menyadari bahwa sebenarnya Mama sangat menggairahkan.

Selama ini aku benar-benar tidak pernah punya pikiran aneh terhadap Mama. Sekarang sepertinya baru aku tersadar. Nafsu mendorongku untuk menjamah Mama, namun sejenak aku ragu. Bagaimana kalau sampai Mama terbangun. Namun dorongan nafsu memaksaku. Akhirnya aku memberanikan diri setelah sebelumnya aku mengecilkan volume TV agar tidak membangunkan Mama. Aku bergerak mendekati Mama dan mengambil posisi dari arah kaki kanannya. Untuk memastikan agar Mama tidak sampai terbangun, kugerak-gerakkan tangan Mama dan ternyata memang tidak ada reaksi.

Rupanya karena lelah seharian, ia jadi tertidur dengan sangat lelap. Dasternya yang tersingkap, kucoba singkap lebih tinggi lagi sampai perut dan tidak ada kesulitan. Tapi itu belum cukup, aku singkap dasternya lebih tinggi lagi dengan terlebih dahulu aku pindahkan posisi kedua tangannya ke atas. Sekarang kedua buah dadanya dapat terlihat dengan jelas, karena ternyata Mama tidak mengenakan bra. Langsung aku sentuh buah dada kanannya dengan telapak tangan terbuka dan dengan perlahan aku remas. Setelah puas meremasnya, aku hisap bagian putingnya lalu seluruh bagian buah dadanya.

Tiba-tiba Mama mendesah. Aku kaget dan merasa takut kalau-kalau sampai Mama terbangun. Tetapi setelah kutunggu beberapa saat tidak ada reaksi lain darinya. Untuk memastikannya lagi aku meremas buah dada Mama lebih keras dan tetap tidak ada reaksi. Walau masih penasaran dengan bagian dadanya, namun aku takut jika tidak punya cukup waktu. Sekarang sasaran aku arahkan ke vaginanya. Mama mengenakan CD tipis berwarna kuning sehingga masih terlihat bulu kemaluannya.

Aku raba dan aku ciumi vagina Mama, tapi aku tidak puas karena masih terhalang CD-nya. Jadi kuputuskan untuk menurunkan CD-nya sampai seluruh vaginanya terlihat. Namun hal itu tidak dapat kulakukan karena posisi kakinya yang terbentang menyulitkanku untuk menurunkannya. Jadi terpaksa aku rapatkan kakinya sehingga aku bisa menurunkan CD-nya sampai lutut. Tapi akibatnya aku jadi tidak bisa mengeksplorasi vagina Mama dengan leluasa karena kakinya kini merapat. Apakah aku harus melepas semuanya? Tentu akan lebih leluasa, tapi jika Mama sampai terbangun akan berbahaya karena aku tidak akan bisa dengan cepat memakaikannya kembali.

Berhubung nafsuku sudah memburu, maka aku putuskan untuk melepaskannya semua. Lalu aku rentangkan kakinya. Sekarang vagina Mama dapat terlihat dengan jelas. Tidak tahan lagi, langsung aku cium dan jilati vaginanya. Lebih jauh lagi, dengan kedua tangan kubuka bibir-bibir vaginanya dan aku jilati bagian dalamnya. Aku benar-benar semakin bernafsu, ingin rasanya aku telan vagina Mama. Tidak lama setelah aku jilati, vaginanya menjadi basah. Setelah puas mencium dan menjilati bagian vaginanya, penisku sudah tidak tahan untuk dimasukkan ke dalam vagina Mama. Aku kemudian berdiri untuk melepas celanaku. Lalu aku duduk lagi di antara kedua kaki Mama dan aku bentangkan kakinya lebih lebar.

Dengan mengambil posisi duduk dan kedua kakiku dibentangkan untuk menahan kedua kaki Mama, aku arahkan penisku ke lubang vaginanya. Tangan kananku membantu membuka lubang vagina Mama sementara aku dorong penisku perlahan. Aku rasakan penisku memasuki daerah yang basah, hangat dan menjepit. Tubuhku gemetar hebat karena nafsu yang mendesak. Setelah beberapa saat akhirnya seluruh penisku sudah berhasil masuk ke dalam vagina Mama dengan tidak terlalu sulit, mungkin karena Mama sudah melahirkan dua orang anak.

Mulailah kugoyangkan pinggulku maju mundur secara perlahan. Kurasakan kenikmatan dan sensasi yang luar biasa. Aku memutuskan untuk memuaskan nafsuku, apa pun yang terjadi. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Dengan semakin bernafsu, aku peluk tubuh Mama dan mengulum dadanya, sementara penisku terus bergerak cepat menggosok vagina Mama. Aku sudah tidak peduli lagi apakah Mama akan terbangun atau tidak, biar pun terbangun aku akan terus menggoyangnya sampai aku puas.

Sungguh nikmat. Bahkan lebih nikmat daripada fantasiku selama ini. Setelah aku berjuang keras selama 6 menit, akhirnya aku sudah tidak tahan lagi hingga aku benamkan penisku dalam-dalam ke vagina Mama. Aku rasakan spermaku mengalir bersamaan dengan sensasi yang luar biasa. Seakan melayang sampai-sampai terasa sakit kepala. Aku biarkan penisku beberapa saat di dalam tubuh Mamaku.

Setelah cukup rileks, aku cabut penisku. Aku puas. Aku tidak menyesal. Aku kenakan kembali celanaku. Sebelum aku kenakan kembali CD-Mama, aku puaskan diri dengan meremas-remas vagina Mama. Setelah itu aku rapikan kembali daster Mama. Aku matikan TV dan naik menuju kamarku di atas. Aku langsung rebahan di atas kasurku. Walau aku merasa lelah tapi aku tidak bisa tidur membayangkan pengalaman ternikmat yang baru saja aku rasakan. Pengalaman seorang anak SD yang baru saja melakukan hubungan seks dengan Mamanya sendiri.

Membayangkan hal tersebut saja membuat nafsuku bangkit kembali. Aku berpikir untuk kembali melakukannya dengan Mama. Aku berjalan keluar kamar menuju ruang keluarga. Namun di depan kamar Shinta adikku, entah apa yang mengubah pikiranku. Aku berpikir, kalau Mama saja tidur sedemikian lelapnya maka tentu Shinta juga demikian. Apalagi selama ini Shinta kalau sudah tidur sulit sekali untuk dibangunkan.

Perlahan aku buka kamarnya dan aku lihat Shinta tertidur dengan menggunakan selimut. Aku masuk ke kamarnya dan aku tutup lagi pintunya. Seperti yang sudah aku lakukan dengan Mama, aku juga sudah bertekad akan menyetubuhi Shinta adikku sendiri. Walaupun ia bangun aku juga tidak akan peduli.

Lalu aku singkap selimutnya dan aku lepaskan dasternya serta tidak CD-nya. Sekarang Shinta sudah benar-benar bugil. Karena Shinta belum memiliki buah dada, sasaranku langsung ke vaginanya. Vaginanya sungguh mulus karena belum ditumbuhi rambut. Aku rentangkan kakinya lalu aku cium dan jilati vaginanya. Sekali-kali aku gigit perlahan. Lalu aku buka lebar-lebar bibir vaginanya dengan jariku dan kujilati bagian dalamnya.

Setelah puas menciumi vaginanya, aku bersiap untuk menghunjamkan penisku ke dalam vagina Shinta yang masih mulus. Aku rentangkan kakinya dan aku tempatkan melingkar di pinggangku. Aku ingin mengambil posisi yang memungkinkanku dapat menyetubuhi Shinta dengan leluasa.

Lalu kuarahkan penisku ke lubang vaginanya sementara kedua tanganku membantu membuka bibir vaginanya. Aku dorong perlahan namun ternyata tidak semudah aku melakukannya dengan Mama. Vagina Shinta begitu sempit, karena ia masih kecil (saat itu ia baru berusia 9 tahun) dan tentu saja masih perawan. Tapi itu bukan halangan bagiku. Aku terus mendorong penisku dan bagian kepala penisku akhirnya berhasil masuk. Namun untuk lebih jauh sangat sulit.

Nafsuku sudah memuncak tapi masih belum bisa masuk juga hingga membuatku kesal. Karena aku sudah bertekad, maka aku paksakan untuk mendorongnya hingga aku berhasil. Namun tiba-tiba saja Shinta merintih. Aku diam sejenak dan ternyata Shinta tidak bereaksi lebih jauh. Walaupun aku tidak peduli apakah Shinta akan tahu atau tidak, tetap saja akan lebih baik kalau Shinta tidak mengetahuinya.

Kemudian aku mulai menggoyang pinggulku, tetapi gerakanku tidak bisa selancar saat melakukannya dengan Mama, karena vagina Mama basah dan tidak terlalu sempit, sedangkan milik Shinta kering dan sempit. Aku terus menggesekan penisku di dalam tubuh Shinta semakin lama semakin cepat sambil memeluk tubuhnya. Ada perbedaan kenikmatan tersendiri antara vagina Mama dan Shinta. Karena vagina Shinta lebih sempit maka hanya dalam waktu 3 menit aku sudah mencapai orgasme.

Kubiarkan spermaku mengalir di dalam vagina Shinta. Aku tidak perlu khawatir karena aku tahu Shinta belum bisa hamil. Aku tekan penisku dalam-dalam dan aku peluk Shinta dengan erat. Setelah puas aku kenakan lagi pakaian Shinta baru aku kenakan pakaianku sendiri. Aku berjingkat kembali ke kamarku dan tertidur sampai keesokan paginya.

Pada pagi harinya aku agak khawatir jika ketahuan. Tapi sampai aku berangkat sekolah tidak ada yang mencurigakan dari sikap Mama maupun Shinta. Sejak saat itu aku selalu terbayang kenikmatan yang aku alami pada malam itu. Aku ingin mengulanginya. Dengan Mama kemungkinannya bisa dilakukan jika Papa tidak di rumah. Jadi akan lebih besar kesempatannya jika melakukannya dengan Shinta saja. Walaupun pada saat melakukannya, aku tidak peduli jika diketahui tetapi tetap akan lebih aman jika mereka tidak mengetahuinya. Maka hampir setiap malam, aku selalu bergerilya ke kamar Shinta. Namun aku hanya berhasil sampai tahap melucuti pakaiannya. Setiap kali penisku mulai masuk, Shinta selalu terbangun.

Empat bulan sejak pengalaman pertama, aku belum pernah lagi melakukan sex. Pada bulan kelima, aku masuk SMP dan pada pelajaran biologi aku mengenal suatu bahan kimia praktikum yang digunakan untuk membius. Saat itu aku langsung berpikir bahwa aku bisa menggunakannya bersetubuh dengan Shinta lagi.

Setelah pelajaran biologi, aku mengambil sebotol obat bius untuk dibawa ke rumah. Pada malam hari setelah semuanya tertidur, aku masuk ke kamar Shinta. Sebuah sapu tangan yang telah dilumuri obat bius aku tempatkan di hidung Shinta. Setelah beberapa saat, aku angkat sapu tangan tersebut dan mulai melucuti pakaian Shinta. Dan setelah aku melucuti seluruh pakaianku, aku naik ke ranjang Shinta dan duduk di antara kedua kakinya.

Aku mengambil posisi favoritku dengan menempatkan kedua kakinya melingkari pinggangku. Aku masukkan penisku ke vaginanya dengan perlahan sampai keseluruhan penisku masuk. Goyangan pinggulku mulai menggoyang tubuh Shinta. Aku memeluk tubuhnya dengan erat dan penisku bergerak keluar masuk dengan cepat. Karena aku yakin Shinta tidak akan terbangun maka aku bisa mengubah posisi sesukaku. Seperti sebelumnya, saat pada puncaknya aku biarkan spermaku tertumpah di dalam vaginanya.

Sejak saat itu hampir setiap hari aku menyetubuhi adikku, Shinta. Sesekali jika Papa sedang di luar kota, aku juga menyetubuhi Mama. Alangkah beruntungnya aku. Dengan ilmu pengetahuan, suatu hambatan ternyata dapat diselesaikan dengan mudah.

Posted in mama n adik | Tagged: , , , | 5 Comments »

Ibu dan anak – 2

Posted by premium on January 28, 2009

Kami terbangun ketika jam dinding di kamar Cindy menunjukkan waktu pukul setengah delapan dan di luar sudah gelap, Cindy melepaskan diri dari tubuhku, memakai dasternya dan keluar kamar untuk menghidupkan lampu. Aku ke kamar mandi dan mandi sekali lagi untuk membersihkan tubuhku dengan siraman air hangat dari shower, setelah selesai aku kembali memakai t-shirt-ku dan celana pendek, lalu kembali ke ruang tengah melihat TV yang sekarang sedang menayangkan acara hiburan.

Cindy masuk ke kamarnya dan kurasa ia juga mandi untuk menyegarkan tubuhnya, karena ketika keluar ia sudah memakai baju kaos ketat dan celana pendek, lalu duduk di sampingku sambil merebahkan kepalanya di dadaku.

“Sekarang Oom percaya ‘kan sama apa yang Cindy bilang..?” Cindy membuka pembicaraan.
“Iya, tapi menurut Oom itu tidak baik, karena kamu ‘kan masih di bawah umur..!” aku menjawab.
“Ah.., Oom ini bagaimana sih, sekarang ‘kan umur tidak menjadi soal lagi! Yang penting ‘kan dia bisa melakukan seks dengan baik. Oom kuno ahh..!” Cindy menukas sambil mencubit pahaku dengan manja.

“Iya lah.. Oom enggak bisa bilang apa-apa lagi, yang penting Mama jangan sampai tahu, ya..!” aku menjawab sambil memeluk tubuhnya yang langsing.
“Ahh.., biar aja Mama tahu, ‘kan memang ini yang diinginkan Mama..!” Cindy menukas lagi.
“Kamu yakin Mama enggak marah kalau tahu kita sudah pernah main seks..?” tanyaku lagi.
“Pasti deh Oom, lihat aja nanti kalau Mama pulang, Cindy akan cerita dan pasti Mama enggak akan marah..!” ia berkata yakin sambil merebahkan tubuhnya di pangkuanku.
“Ya terserah kamu deh Cindy, Oom cuma nurut saja!” aku mengiyakan sambil menarik nafas.

Kami masih terus menonton TV ketika terdengar suara mobil memasuki pekarangan, dan tak lama kemudian suara pintu depan dibuka dan Mamanya melangkah masuk ke ruang tengah.
“Wah.. wah.. rupanya kalian berdua belum tidur ya. Apa kabar, Kak..?” Vivi menyapaku.
“Kabar baik, bagaimana arisannya tadi..?” aku balik menyapanya.
“Lumayan lah, Vivi bertemu teman-teman dan ngobrol panjang lebar. Cindy, kok kamu begitu.., tiduran di pangkuan Oom, apa enggak malu anak gadis masih kolokan..?” ia menegur Cindy.
“Ah, enggak apa-apa kok Ma, malahan Cindy dan Oom barusan selesai dari kamar Cindy..!”

“Lho.., ngapain kamu di kamar sama Oom..?” Vivi bertanya lagi.
“Itu lho Ma.., yang dulu Mama pernah bilang.., ternyata Oom hebat sekali Ma.., Cindy belum pernah merasakan kayak begitu, malahan tadi sampai dua kali Ma..!” Cindy menjelaskan.
“Jadi kalian berdua tadi.., waduh Cindy.., Mama rugi dong kalau begitu! Kalau tahu tentu Mama tidak pergi arisan tadi, lebih baik disini aja pesta bertiga..!” Vivi menjawab sambil tersenyum ke arahku lalu masuk ke kamarnya.

Tak berapa lama kemudian pintu kamar Vivi terbuka separuh dan terlihat Vivi di balik pintu dengan daster putihnya melambaikan tangan mengajak kami masuk.
Cindy berdiri dan menarik tanganku sambil mengatakan, “Benar ‘kan Oom, Mama enggak marah.., malahan sekarang ngajak lagi tuh..! Ayo.., kita ke kamar Mama..!” Cindy mengajak.
Aku tak dapat menolak lagi dan menurut saja ketika Cindy menarik tanganku memasuki kamar Vivi yang luas dengan tempat tidur ukuran super king size yang dapat menampung empat orang.

Vivi langsung mengunci pintu kamarnya dan mengecilkan lampu, sehingga suasana menjadi sedikit temaram, lalu Vivi mulai melepaskan dasternya, ternyata ia tidak memakai apa-apa lagi di baliknya. Tubuhnya yang putih montok sangat menggiurkan, buah dadanya yang besar dan padat terlihat sangat menantang dengan putingnya yang merah jambu. Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi ketika Cindy melepaskan seluruh pakaianku dan kemudian melepaskan baju kaos dan celana pendeknya, kini kami bertiga sudah telanjang bulat.

Vivi segera menarik tanganku ke arah tempat tidur, lalu ia menelentangkan tubuhku di tempat tidur dan sambil menelungkup di atasku, Vivi mulai menghisap mulutku dengan penuh nafsu. Aku membalas ciumannya dengan bernafsu pula, sementara itu terasa olehku tangan mungil Cindy yang lembut halus menggenggam penisku yang sudah menegang keras dan mulai mengocoknya dengan gerakan lembut yang begitu merangsang.

Nafsuku memuncak dengan cepat. Aku dan Vivi saling menghisap, dan Vivi demikian liarnya sehingga aku agak kewalahan menghadapinya. Hisapannya pada mulutku kuat sekali, sementara tangannya mengelus seluruh tubuhku dari dada, perut, pinggul, dan pahaku. Aku merasa kewalahan menghadapi dua wanita yang begitu liar dan ganas ini.
Tiba-tiba Vivi melepaskan kuluman mulutnya dan berkata, “Ayo Kak.. isap ini yang kuat..!” sambil tangannya mengangsurkan buah dadanya yang kanan ke arah mulutku.
Aku segera saja melakukan apa yang dimintanya.

Aku menghisap buah dadanya dengan kuat sambil memainkan lidahku pada putingnya yang merah jambu, membuat Vivi merintih lirih dalam kenikmatan yang dirasakannya.
“Adduuhh Kaak.. adduuhh.. isap yang kuat Kaak.. lebih kuat Kaak.. aadduuhh.. terus isap Kaak.. aadduuhh.. aaduh..!”
Tubuh Vivi menggeliat-geliat menahan kenikmatan itu. Keharuman aroma tubuhnya membuatku semakin menggila, ditambah dengan remasan dan kocokan tangan Cindy pada penisku yang tegang luar biasa, membuatku semakin tak dapat menguasai diriku. Kedua tangan Vivi berada di samping kepalaku sambil merenggut rambutku dengan kuat.

Nafasnya terdengar memburu disertai erangan nikmat dan rintihan lirihnya, “Aadduuhh Kaak.. isap teruuss Kaak.. aadduuhh.. teruus.. lebih kuaat.. aaduuh..!”
Lalu Vivi melepaskan buah dadanya yang kanan dari mulutku dan meletakkan buah dadanya yang kiri di atas mulutku sambil berkata, “Sekarang yang ini Kak.., ayo isap yang kuat seperti tadi.., ayo Kaak.. ayo cepat isap.. aadduuh..!”
Aku menghisapnya dengan kuat dan mengulum putingnya serta memainkan lidahku disitu. Tanganku mengelus vaginanya yang basah dan berdenyut, ini membuat Vivi semakin bernafsu dan menggila demikian liarnya. Renggutan tangannya pada rambutku terasa begitu kuat disertai nafasnya yang terengah-engah dan rintihan nikmatnya.

“Ayoo Kaak.. aadduuhh.. ayoo isap yang kuaat.. aadduuhh.. teruuss.. aadduuhh..!”
Nafas Vivi mendengus-dengus menandakan nafsunya yang sudah sangat memuncak. Tubuhnya sudah berada di atas tubuhku dengan kedua pahanya yang mulus lembut terbuka lebar. Tanganku terus mengelus vaginanya yang sudah sangat basah dengan jariku, membuat Vivi semakin liar dan ganas. Pinggulnya mulai bergerak naik turun dan memutar mengikuti irama gerakan jariku di vaginanya yang berdenyut basah. Aku memasukkan jariku dan menggerakkannya keluar masuk.

Vivi semakin liar dan ganas. Pinggulnya bergerak naik turun tak beraturan sekarang. Ia menekankan buah dadanya ke mulutku dan menggerakkannya memutar-mutar. Rintihannya semakin lirih dan sayu.
“Ayoo Kaak.. masukin sekarang Kaak.. Vivi enggak tahan lagi.. ayoo masukiin.. aadduuhh.. aadduuh..!”
Terasa tangan Cindy sambil mengocok membawa penisku yang sangat tegang ke arah vagina Vivi yang berdenyut-denyut. Dan ketika terasa ujung penisku menyentuh vaginanya, Vivi menurunkan badannya sedikit, sehingga kepala penisku masuk ke dalam vaginanya yang terasa meremas penisku dengan denyutan amat lembut.

Vivi merintih lirih dalam kenikmatannya, “Ayoo Kaak.. masukin teruuss.. ayoo.. aadduuhh.. ayoo..!”
Aku tak dapat menahannya lagi dan menekan ke atas, sehingga seluruh penisku kini masuk ke dalam vaginanya yang berdenyut lembut meremas penisku dengan kuat. Aku mulai memompa Vivi dengan gerakan panjang dan lambat yang membuat Vivi semakin gila.
“Aaduhh Kaak.. yang cepat Kaak.. aduhh.. lebih cepat lagi.. lagii.. aaduh.. ayoo. aaduuh..!”
Aku memompa lebih cepat di tengah remasan vagina Vivi yang terasa begitu lembut. Aku memompa semakin cepat dan cepat sambil terus menghisap buah dadanya dengan kuat. Penisku terasa membesar dan membesar di dalam remasan vaginanya yang lembut luar biasa.

Aku tak dapat menahan diriku lagi, dan Vivi juga menjadi semakin liar dan begitu ganas dalam gejolak nafsunya.
“Aaduhh Kaak.. ayoo Kaak.. lebih cepat Kaak.. lagii.. lagii.. aaduuhh.. aduh..!”
Kami bergumul dengan asyik penuh nafsu dalam kenikmatan yang tiada taranya, dengus nafas kami menderu-deru dalam berpacu menuju puncak kenikmatan yang menanti kami dalam klimaks yang terasa semakin dekat dan dekat. Tak ada lagi yang dapat menghentikan kami sekarang. Pinggul Vivi berputar dalam gerakan naik turun yang cepat mengikuti gerakan penisku yang memompa semakin cepat dan kuat. Rasanya penisku mulai membesar dan terus membesar disertai rasa nikmat luar biasa dalam remasan vagina Vivi yang basah dan lembut.

Kedua tangan Vivi masih terus mencengkeram rambutku. Hisapanku pada buah dadanya semakin kuat, sehingga hampir seluruh daging buah dadanya masuk ke mulutku. Sementara itu kedua tangan lembut Cindy terus meremas-remas kedua pangkal pahaku. Aku terus memompa Vivi dengan seluruh tenaga yang ada padaku dalam remasan vaginanya yang lembut luar biasa. Penisku terasa semakin membesar dan memanjang. Vivi merintih nikmat tak dapat menahan nafsunya lagi.
“Aaduuhh Kaak.. aduh.. teruuss Kaak.. lebih cepat lagi Kaak.. aku enggak bisa tahan lagii.. aduhh.. sudah mau keluar Kaak.. mau keluaarr.. aduhh..!” erangan dan rintihan Vivi menandakan ia sudah sangat dekat dengan klimaksnya.

Aku sendiri juga merasa sudah hampir tiba pada klimaksku. Aku menghisap buah dadanya kuat sekali. Kami sudah sangat dekat pada klimaks kami dan rasanya sudah tak tertahankan lagi. Sudah dekat sekali. Rintihan Vivi semakin kuat.
“Aaduuh Kaak.. aku mau keluar Kaak.. aduhh.. mau keluaar.. aduhh.. aku keluarr Kaak.. keluarr.. aduuhh Kaak.. keluar Kak.. keluarr.. aduuhh..!”
Vivi tak dapat menahannya lagi. Tubuhnya menyentak kuat sekali kemudian mulai menggelepar-gelepar dalam kenikmatan orgasmenya yang luar biasa ketika ia meledak dalam puncak klimaksnya disertai remasan vaginanya yang kuat dan lembut pada penisku.

Aku juga sudah tak dapat lagi menahannya ketika kurasakan penisku membengkak besar sekali dalam remasan vagina Vivi dan kenikmatan itu mulai menjalar dari pangkal penisku menuju ke ujungnya. Aku memompa Vivi cepat sekali, dan kini terasa kenikmatan itu sampai di ujung penisku dan tanpa dapat kutahan lagi penisku meledak dahsyat dalam gumpalan-gumpalan orgasme yang nikmat luar biasa diantara remasan vagina Vivi yang begitu lembut. Tubuhku menyentak-nyentak tak dapat menahan kenikmatan itu. Kami berpelukan erat sekali dalam klimaks yang luar biasa nikmatnya.

“Aaduhh Kaak.. aku keluaarr Kaak.. aduhh.. keluar.. keluar.. aduuh.. adduuhh.. keluaarr.. aduh..!”
Vivi setengah berteriak menahan kenikmatan saat ia mencapai puncak orgasmenya dalam klimaks yang begitu dahsyat dengan kedua kakinya yang merangkul ketat pada kedua pahaku. Kami masih terus bergumul dalam ledakan klimaks yang sungguh luar biasa dengan tubuh menggelepar-gelepar menahan kenikmatan itu sampai akhirnya kedua tubuh kami terkulai lemah berkeringat dan nafas mendengus kelelahan.

Dalam kelelahan yang amat sangat, akhirnya kami tertidur lelap sekali dan baru terbangun ketika jam dinding di kamar Vivi berdentang sepuluh kali. Malam itu kami menyantap makan malam yang terasa begitu nikmat dengan lahap. Dan setelah selesai membersihkan piring di dapur, kami bertiga kembali ke kamar Vivi untuk sebuah pergumulan seks yang lebih dahsyat lagi.

Posted in ibu n anak | Tagged: , , | 3 Comments »