sedarah

Probably you will read the same story or watch the same movie in another website. Hopefully everyone will enjoy this share….

  • July 2008
    M T W T F S S
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  
  • Archives

  • your visit rank

    • 2,895,285 hits
  • friendship

    Earn money with Scour!

Archive for July 1st, 2008

Kakakku Sayang, Cinta Sejatiku

Posted by premium on July 1, 2008

Panggil saja aku “Vel” umurku sekarang 27 tahun, sekarang aku bekerja pada sebuah perusahaan di salah satu kota di negara bagian New Hampshire. Aku cukup salut dengan website ini. Dan singkatnya aku tertarik untuk mencoba menceritakan apa yang aku alami dan kujalani sampai saat ini. Saat ini aku tinggal bersama kakak perempuanku, panggil saja “Kak Risa” Umurnya sekarang 31 tahun, 4 tahun lebih tua dariku. Kehidupan kami saat ini begitu tenang, tertutup namun bahagia.

Aku akan memulai dari awal bagaimana semuanya terjadi, percaya atau tidak bahwa apa yang kualami ini tidak mengalami hambatan atau rintangan sama sekali, hal yang membuatku sendiri heran bila memikirkannya. Awalnya 15 tahun yang lalu saat aku masih berumur 12 tahun. Kami besar dari keluarga berada, keseluruhan saudaraku ada 5 orang. Nomor satu dan dua laki-laki sedangkan yang ketiga perempuan. Kak Risa nomor empat dan aku paling akhir. Sebenarnya aku lahir di Indonesia. Hanya memang Papaku adalah pria berkebangsaan Amerika. Sedangkan Mamaku asli orang Indonesia.

Waktu aku berumur 12 tahun, kami masih tinggal di Indonesia. Tapi Papaku tidak disini karena ia memang tidak bekerja di Indonesia. Setahuku dulu Mamaku juga sibuk bekerja, ia tidak terlalu khawatir karena kedua kakakku yang lain sudah cukup dewasa dan dianggap bisa menjaga kami. Aku maklum karena kedua orang tuaku memang berencana mengurus kepindahan kami semua ke Amerika.

Sebenarnya kami semua saling menyayangi satu sama lain. Jarang sekali kulihat ada pertengkaran di antara kakak-kakakku. Tapi sejak kecil aku memang sudah dekat sekali dengan Kak Risa. Memang dia yang selalu menemaniku saat aku bermain. Ya selain itu jarak umur antara aku dan kakakku yang nomor tiga sangat jauh sekitar 8 tahun. Kak Risa memang sangat sayang padaku, hampir tiap kali aku selalu dapat bermanja-manja dengannya. Ya, hal itulah yang membuatku sangat interest sekali dengan Kak Risa. Bahkan kuingat seumurku waktu itu aku sudah mulai ada ketertarikan dengan kakakku.

Pada awalnya aku hanya berandai-andai saja. Sebab saat itu aku yakin sekali bahwa tidak mungkin aku menjalin hubungan yang “lebih” dengan kakakku. Paling Kak Risa cuma menganggap aku adiknya saja. Meskipun sebagai adik aku selalu mendapat perlakuan istimewa darinya. Dari kecil aku dan Kak Risa memang tidak pernah berpisah, kamar kamipun jadi satu. Sebenarnya saat aku berusia 9 tahun, aku sudah minta kamar sendiri, tapi Kak Risa tidak setuju, alasannya sederhana, ia tidak mau pisah kamar denganku, masa itu sebenarnya adalah masa di mana aku agak enggan berbagi, inginnya memodifikasi kamar sendiri tanpa ada yang mencampuri, tapi tidak jadi masalah, lagipula aku dulu penakut, dan aku sudah terbiasa tidur dalam pelukan kakakku.
Hottest Amateurs!
Meet Hot Teens
Trouble with your Wife?
Pornography On Your PC?
Santa’s Sluts
You Need To Get Laid
Who’s your crush?

Mungkin waktu kecil dulu aku tergolong bandel. Kalau Mama lagi tidak ada, orang rumah pasti kubuat repot dengan ulahku. Kak Risa juga sering kujahili. Biasanya kalau tidur malam Kak Risa hanya menggunakan celana dalam aja. Aku tidak mengerti kenapa. Padahal kamar menggunakan AC. Seringnya aku iseng memainkan dan menghisap puting susunya. Kak Risa mengetahui hal itu tapi dia tidak pernah marah atau menegurku, paling cuma bilang, “Kalo mau kaya gini kenapa nggak minta sama Mama aja sih?”. Lucunya hal itu malah jadi kebiasaanku. Dan karena tidak ada yang tahu, kejadian seperti itu berlangsung terus sampai usiaku beranjak 12 tahun.

Tapi makin besar aku mulai merasa tidak enak sendiri, meski kebiasaanku itu tidak jadi masalah buat Kak Risa.
Kak Risa itu orangnya tomboy Sekali. Saat dia berumur 16 tahun dia ikut beberapa bela diri. Aku tadinya tidak tertarik, tapi Kak Risa juga minta aku ikut beladiri. Bisa dibayangkan seperti apa jadinya, gaya jalannya jadi aneh, tidak feminin. Kalau tidak tertutup dengan wajahnya yang cantik dan bodynya yang bagus, cowok pasti malas dekat dengan Kak Risa. Apalagi ditambah sifat Kak Risa yang tertutup, dan cenderung idealis. Selain itu kelihatannya Kak Risa juga tidak terlalu tertarik membina hubungan dengan lawan jenis. Terutama setelah ikut beladiri. Tapi biar begitu aku tahu kalau banyak cowok cakep yang suka sama dia. Dan Kak Risa hanya datar saja menanggapinya. Soalnya aku sering terima telepon untuk Kak Risa. Dan sering sekali dia tidak mau terima teleponnya. Bisa dibilang Kak Risa sangat “Untouchable”.

Saat umurku hampir 13 tahun, awal mulai masuk SMP, aku suka dengan seorang gadis teman sekelasku. Aku sangat suka padanya, tapi tidak berhasil mendekatinya, intinya kalah bersaing. Saat itu perasaanku benar-benar tidak enak. Aku berusaha menghibur diri dengan sering pergi ke rumah sahabat-sahabatku. Di sanalah aku mulai mengenal buku-buku dan film khusus dewasa. Di usiaku yang sekecil itu aku sudah memiliki majalah luar negeri khusus dewasa, juga filmnya. Tidak sulit, karena nyaris seluruh sahabatku bukan orang Indonesia. Dan mereka sangat bebas mendapatkan barang seperti itu pada masa-masa tersebut.

Kak Risa tahu bahwa aku memiliki barang-barang itu, memang itu susahnya kalau satu kamar, jujur saja Kak Risa tidak suka aku memilikinya hingga aku sempat dimarahi juga olehnya, dan ia memintaku untuk membuang barang-barang itu. Apa boleh buat, bagiku lebih baik benda-benda itu yang aku singkirkan daripada aku kehilangan kasih sayang Kak Risa.

Meski Kak Risa sudah punya banyak kesibukan dengan studi dan kegiatan sekolahnya, perhatiannya padaku tidak berubah, malah cenderung semakin berlebihan, Kak Risa semakin sering memaksaku untuk menemaninya saat ia sedang melakukan kegiatannya atau pergi kemanapun. Ia juga makin sering mencium dan memelukku dengan mesra, bahkan di depan umum. Mulanya aku merasa tidak nyaman dengan perlakuannya itu, tapi lama kelamaan aku merasa nyaman juga. Perasaanku pada Kak Risa muncul kembali. Kalau dulu ciumannya kutanggapi biasa saja, sekarang aku lebih senang membalasnya dengan mesra. Aku pun mulai suka memberikan perhatian lebih pada kakakku itu, mungkin karena merasa perhatiannya mendapat respon lebih dariku. Kak Risa jadi makin sayang padaku. Setengahnya kami jadi mirip orang yang sedang berpacaran, meskipun secara fisik tetap kelihatan kalau aku adiknya.

Aku ingat malam itu saat aku pertama kali melakukannya dengan kakakku, seperti biasa aku bercanda dengan Kak Risa di dalam kamar, saat itu semua orang rumah sudah tidur, kesempatan itu biasanya sering kugunakan untuk mencurahkan isi hati pada kakakku, semua permasalahan yang kudapat hari itu selalu kutumpahkan padanya, dan Kak Risa selalu merespon itu semua dengan sabar dan penuh pengertian, dan memang kuakui beberapa waktu terakhir Kak Risa cenderung over. Kata-kata dan sikapnya sangat mesra padaku apalagi kalau kami hanya berdua saja seperti itu, perlakuannya itu sering membuat jantungku berdebar, aku sadar sepenuhnya bahwa dia itu kakakku, tapi aku tidak mengerti kenapa hatiku bisa bergejolak tidak karuan.

Kalau tidak salah waktu itu Kak Risa mengenakan kaos dan celana dalam warna putih, rambutnya dibiarkan terurai. Beda dengan kesehariannya, kakakku saat itu terlihat sangat feminin dan cantik sekali. Aku ingat sesekali Kak Risa meraih kepalaku dan menciumiku. Aku tidak berpikir macam-macam, hanya memang aku sangat menikmati perlakuan Kak Risa padaku. Sampai suatu kali Kak Risa mencium bibirku, kubalas dengan ciuman mesra. Yang sebenarnya serabutan. Aku mencoba berlama-lama meski tidak yakin berhasil, tapi karena aku menikmatinya, berhasil juga. Kulumat bibir kakakku itu dengan lembut. Kak Risa kelihatannya juga suka dengan ciumanku. Sebab dia sama sekali tidak berusaha menyudahi ciuman itu, bahkan kedua tangannya semakin memelukku erat, aku bisa merasakan belaiannya di kepalaku. Tapi sayangnya ciuman itu terhenti. Kak Risa menghela nafas sambil memandangku aneh.

“Kakak kucium lagi ya”, mendengar itu Kak Risa masih diam.
Mungkin dia masih heran dengan kelakuanku, memang tidak biasanya aku membalas ciumannya sampai selama itu. Tapi tatapannya kemudian berubah mesra lalu dia tersenyum dan justru ganti menciumku lagi. Kali ini ciumanku mulai agresif. Bibir kami seolah tidak berhenti untuk saling melumat, diiringi desahan-desahan erotis dari Kak Risa, detak jantungku menjadi semakin cepat. kucoba mendorong Kak Risa agar merapat ke dinding. Kemudian kuciumi jenjang leher kakakku. Tanganku yang dari tadi pasif sekarang mulai mencoba melakukan eksplorasi kesana kemari.

Sementara bibirku masih berkonsentrasi pada leher Kak Risa, tanganku telah menyusup ke dalam kaos putihnya, dan tanpa kesulitan aku langsung dapat menemukan buah dada Kak Risa yang tidak tertutup oleh bra sama sekali, menurutku untuk ukuran gadis yang hampir 17 tahun, buah dada Kak Risa tergolong cukup besar, tentu saja aku sudah sering melihatnya, karena sampai saat itu kami masih sering mandi bersama. Aku mencoba meremasnya dengan lembut. Kak Risa tampak menggeliat dan sesekali mendesah.

Perlahan kunaikan kaos itu supaya tidak menghalangi buah dada Kak Risa. Dan begitu buah dadanya terlihat, tanpa basa-basi langsung kuhisap putingnya yang berwarna merah muda itu dan kuremas dengan bibirku. Aku benar-benar menikmatinya seperti bayi yang sedang menyusu. Sesaat kutanggalkan kaosku, juga celana pendekku. Kemudian kupeluk tubuh Kak Risa dan makin kuat kuhisap puting susunya, sesekali kumainkan putingnya dengan lidahku, kemudian kuhisap lagi. Karena terlalu enjoy, aku tidak tahu bahwa ternyata Kak Risa telah menanggalkan kaos putihnya. Sehingga saat dia memelukku erat, tubuhku benar-benar bersentuhan dengan tubuh kakakku, dan bisa kurasakan tubuh kakakku yang harum dan sangat halus itu. Lama sekali aku menikmati buah dada kakakku itu secara bergantian, Kak Risa pun seolah tidak mau melepaskanku ia justru menekan kepalaku kuat-kuat pada buah dadanya.

Tubuh kami sudah basah semua oleh keringat. Sampai detik itu aku masih ragu untuk melakukan seks dengan kakakku. Memang awalnya semua ini kupelajari dari semua majalah dan film yang kulihat, tapi lama kelamaan naluriku mulai berinisiatif. Karena masih ragu aku coba untuk menciumi bibir kakakku lagi. Sama seperti sebelumnya, Kak Risa membalas ciuman itu dengan sangat mesra. Dengan memberanikan diri aku membisikan sesuatu ke telinga Kak Risa.
“Kak, boleh aku lepas celana dalammu?”.
Kak Risa agak terkejut.
“Kamu mau apa dek..?”.
Aduh aku jawab gimana ya.
“Aku mau jilatin vagina kakak”.
Karena ragu kata-kata itu keluar dengan asal dan pelan sekali. Aku takut. Kupikir pasti kakak akan marah dan ia tidak bakalan mau.
“Ih, nakal”.
Jawab Kak Risa spontan, Kak Risa kemudian memandangiku sambil tersenyum, wajahnya agak memerah. Masih dengan posisi bersandar Kak Risa melepas celana dalamnya perlahan-lahan. Slow motion itu membuat jantungku semakin berdetak tidak menentu.

Sebenarnya aku setengah heran kenapa Kak Risa sama sekali tidak marah ketika aku memintanya melakukan hal itu, tapi sudahlah. Kemudian Kak Risa melebarkan pahanya. Awalnya aku malu untuk melihat. Untuk menutupi hal itu, kuciumi lagi bibir Kak Risa. Kemudian perlahan-lahan kuturunkan kepalaku sampai tepat di depan vagina Kak Risa. Vagina Kak Risa nyaris tidak ditumbuhi rambut. Jadi aku mampu memandang dengan leluasa gundukan vagina Kak Risa, sebenarnya pemandangan ini juga tidak asing lagi bagiku, tapi sedekat ini baru pertama kalinya. Kulihat ada cairan yang mengalir keluar dari bagian bawah vagina kakakku disertai bau yang aneh. Perlahan kubuka belahan daging yang menutupi lubang vagina Kak Risa. Dan langsung kusapu dengan lidahku dari bawah ke atas berkali-kali. Saat itu tubuh Kak Risa langsung mengejang. Dengan bibir dan lidahku kupermainkan klitorisnya. Secara spontanitas kedua tangannya memegangi kepalaku. Aku semakin asyik menjilati vagina kakakku itu, bahkan sesekali kuhisap bagian bawahnya. Kudengar Kak Risa berulang-ulang mendesah sambil menyebut namaku. Permainan itu luar biasa sekali, meski cairan yang keluar rasanya tidak karuan, tapi aku benar-benar menikmatinya.

Saat lidahku menyusup ke dalam lubang vagina Kak Risa, sebisanya kujilati bagian dalam lubang itu. Kak Risa makin terengah-engah. Nafasnya memburu tidak karuan. Lidahku juga makin liar mengobrak-abrik bagian sensitif kakakku itu, sehingga semua tempat di dalamnya tersapu oleh lidahku. Setelah beberapa menit Kak Risa agak mengejangkan tubuhnya. Aku merasakan lidahku dialiri sesuatu yang hangat. Bersamaan dengan erangan keras dari Kak Risa serta pahanya yang menjepit kepalaku dengan sangat kuat. Kujilati cairan itu sampai bersih, meskipun rasanya masih sama. Kemudian aku naik ke atas dan kuciumi lagi Kak Risa.
“Adek, kamu nakal banget sih?”, ekspresi wajah Kak Risa sangat berbeda.
“Kak, aku sayang sama kakak”, Kak Risa memandangiku dengan sayu, tangannya mengusap pipiku.
“Kakak juga sayang kamu”.
Dengan berani aku mencoba mengajak Kak Risa untuk melakukan hubungan seks denganku.
“Kak, boleh aku melakukannya sama Kakak”.

Kak Risa terdiam mematung, kepalanya tertunduk untuk beberapa saat. Suasana benar-benar hening, sampai nafas kamipun terdengar sangat jelas.
Setelah itu dia kembali memandangku sambil bertanya, “Kamu yakin mau melakukannya Dek?”.
Suara Kak Risa sangat pelan sekali. Aku tak menjawab, aku hanya melihat tatapan mata Kak Risa yang sangat berbeda, aku tak bisa menggambarkannya, tapi aku tahu Kak Risa rela melakukannya denganku. Langsung kulepas celana dalamku. Kemudian aku agak bergeser ke bawah, kulebarkan kedua kakinya. Senjataku tampak tegak berdiri, tapi tidak sebesar orang dewasa, masih ukuran standart anak 12 tahun. Kak Risa terus menatap wajahku saat aku mengarahkan senjataku tepat di depan vaginanya.

“Kak..?”, sekali lagi kuminta persetujuannya.
Ia mengangguk pelan. Perlahan kudorong masuk senjataku. Tapi tidak berhasil, dasar masih amatir hijau. Sampai yang ketiga kalinya. Kak Risa kemudian meraih dan menahan pinggangku sambil mengarahkan vaginanya tepat di ujung senjataku, kemudian kucoba mendorong lagi, meski sulit dan agak sakit tapi berhasil juga kumasukkan seluruh senjataku ke dalam vagina Kak Risa, perlahan kugerakkan pinggangku. Kedua tangan Kak Risa tampak meremasi selimut tidur kami. Desahannya mulai terdengar lagi, kuperhatikan Kak Risa tampak sulit menyesuaikan diri. Pelan tapi pasti, kupercepat tempo gerakanku. Sebenarnya saat itu senjataku terasa perih sekali. Aku merasa nggak enak banget. Tapi erangan Kak Risa yang semakin menjadi membuatku tidak berpikir lagi.

Makin kuhentakan pinggangku, dengan gerakan yang teratur, Kak Risa terus menerus menghentakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sesekali ia meregang sambil mengerang keras. Aku sempat takut juga kalau sampai ada orang rumah yang terbangun, tapi untungnya kamar kami di atas dan paling ujung, agak jauh dari kamar Mama dan kakak-kakakku yang lain. Tiba-tiba kurasakan pinggang Kak Risa juga ikut bergerak, seperti memutar, sesekali Kak Risa ikut menghentakkan pinggangnya. Aku baru benar-benar merasakan enaknya melakukan hal itu. Dengan iseng kuremas juga buah dada Kak Risa, dan Kak Risa merespon dengan menggenggam tanganku kuat. Gerakan pinggang Kak Risa makin cepat. Kak Risa seperti sudah biasa melakukan hal ini. Dengan pemikiran itu maka semakin agresif aku menghentakkan pinggangku. Tentu saja hal ini membuat Kak Risa mengerang semakin keras. Dari tubuhku dan Kak Risa keringat semakin mengucur deras, padahal AC di ruangan cukup dingin.

Beberapa menit kemudian pergerakanku mulai melambat, aku seperti agak pusing, aku hanya mampu menghentakkan pinggangku sesekali, kadang aku hanya diam menikmati remasan dinding-dinding vagina Kak Risa. Kurasa badanku mulai lelah. Tiba-tiba Kak Risa meraih tubuhku dan mendekapku erat sekali, pinggangnya menghentak beberapa kali, rasanya luar biasa. Senjataku seperti ditarik makin masuk ke dalam, dan dilumuri cairan yang hangat, diiringi erangan cukup keras dari Kak Risa. Saat Kak Risa melepas dekapannya, aku merasa tubuhku amat lelah sekali, karena tidak kuat aku berguling di sisi Kak Risa. Pada saat itu aku juga merasa dari senjataku ada yang mau keluar. Rasanya enak sekali, baru kali itu aku merasakan yang seperti ini hingga akhirnya cairan itu keluar membasahi tempat tidur. Entah aku tidak ingat apa-apa lagi setelah itu. Paginya ketika aku sadar, Kak Risa sudah memeluk sambil menciumiku. Kami masih dalam keadaan tanpa pakaian sehelaipun.

“Kakak nggak ngira kalau Adek yang dulu sering kakak gendong bisa berbuat ini sama kakak”, bisik Kak Risa di telingaku.
Aku sendiri setengah tidak percaya sudah melakukannya dengan kakakku
“Kak.., aku sayang banget sama Kakak, aku cinta sama Kakak”.
Kupeluk Kak Risa dengan kuat. Kak Risa tersenyum dan menciumku lagi.
“Kakak ngerti kok Dek.., kakak juga sayang dan cinta banget sama kamu, kakak hanya tidak menyangka kamu dewasa secepat ini. Dan jujur aja kakak seneng banget bisa melakukan ini sama kamu, Adekku sayang”.
“Tapi ayo cepet bangun, sprei ini harus segera dicuci”, lanjut Kak Risa lagi.
“Lho, memangnya kenapa?”, tanyaku singkat.
“Kakak nggak mau kalau bekas darah di sprei itu sampai ketahuan Mama”, jawab Kak Risa.

Aku setengah terkejut, “Darah?, darah apa Kak?”, tanyaku.
Kak Risa tidak menjawab, ia langsung memintaku berdiri dan cepat-cepat melepaskan seprei tempat tidur kami.
Awalnya aku memang tidak tahu, tapi belakangan aku baru mengerti, bahwa ternyata malam itu aku telah mengambil keperawanan kakakku sendiri, di usiaku yang belum lagi genap 13 tahun. Bodohnya aku, seharusnya aku sudah tahu mengenai hal itu. Aku jadi merasa bersalah, berulang kali aku minta maaf padanya, meskipun Kak Risa mengakui bahwa ia sangat rela melepas keperawanannya padaku. Hanya ia tidak mengira aku akan mengambilnya sepagi ini. Aku jadi makin sayang padanya. Sejak kejadian itu aku nggak pernah mencoba untuk mencari pacar. Karena Kak Risa sudah menjadi segalanya bagiku.

Setelah kejadian itu pula Kak Risa juga menutup diri pada pergaulannya. Secara otomatis bagi Kak Risa statusku adalah adik sekaligus kekasihnya, kehidupan kami jadi semakin tertutup. Entah sejak saat itu sudah berapa kali kami melakukannya, dan keluarga kami benar-benar tidak tahu akan hal itu. Lepas SMU, aku sudah tidak di Indonesia. Aku melanjutkan studi ke Amerika. Tapi tetap aku tak bisa berpisah dengan Kak Risa. Aku meminta Kak Risa ikut denganku, walau sebenarnya Papa dan Mama tidak setuju. Tapi mereka tak bisa apa-apa karena Kak Risa juga memaksa untuk menemaniku.

Sampai saat seluruh keluargaku pindah ke Amerika pun, mereka tidak pernah tahu bahwa kami telah menjalani kehidupan yang exklusif seperti suami istri. Sekarang Kak Risa sudah bekerja pada sebuah bank di kota yang sama denganku. Kami tinggal di rumah yang jauh dari keramaian, dan kami sudah sepakat untuk menjalani kehidupan yang “tertutup” ini. Lagipula sampai saat ini keluarga kami tidak menaruh curiga sama sekali, mungkin pola pikir mereka sudah sama seperti orang setempat, tidak mau ikut campur urusan pribadi orang lain.

Posted in kakak perempuanku | Tagged: | 17 Comments »

ngentot tante sendiri

Posted by premium on July 1, 2008

Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis. Dasternya sudah terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut hitam halus kecoklat-coklatan.

Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan teratur.Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan putingnya yang coklat muda kecil.

Melihat pemandangan yang menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat. Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur.

Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang.

Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat perlahan-lahan.

Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut dari film-film bibiku.

Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi. Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi.

Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas bibi.Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya tetap tertutup.

Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan bibi.Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku.

Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak. Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat.

Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.”Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!” desahnya tidak jelas.Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba.

Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina bibi.

Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.”Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!” bisikku.

Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.Kubisikan lagi ke kuping bibi, “Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?”Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.Kemudian Bibi berkata, “Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!”Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.

Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.Akhirnya dari mulut bibi terdengar suara, “Oohh.., oohh.., sshh.., sshh.., eemm.., eemm.., Riicc.., Riicc..!”Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi.

Kepalaku tepat berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi. Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.

“Eehh.., Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!” katanya.Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Woowww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.

Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata, “Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!”Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, “Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya.

“Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu.”Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh dalam badan Bibi.” katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.

Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan. Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya. Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus. Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih mulus itu.Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya.

Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang dengan kuat.Keluhan panjang keluar dari mulutnya, “Oohh.., Riic.., oohh.. eunaakk.. Riic..!”Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah berjongkok.

Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi. Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat. Ketika ujung lidah bibi mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa keluar erangan kenikmatan dari mulutku.Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain.

Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan. Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua batangku.

“Aahh..!” terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi.Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks. Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang berayun-ayun di atasku.

Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar, hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku.

Kemudian air maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjak-lonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.

Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas.”Riic.., terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!”Setelah beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan diri satu sama lain.

Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku, kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.

“Aaughh.. oohh.. oohh..!” terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakan-gerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.”Aaduhh.. Riic.. Biibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!” dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang,

bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.Dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku orgasme sambil menekan kuat-kuat pantatku. Kupeluk badan bibi erat-erat sambil merasakan airmaniku menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi, mengisi segenap relung-relung di dalamnya.

Posted in keponakan | Tagged: , | 16 Comments »

bu lik ku sayang

Posted by premium on July 1, 2008

Aku sekarang tinggal di ibu kota, bekerja di suatu perusahaan telekomunikasi asing di kawasan Sudirman. Kisahku ini terjadi ketika aku masih 17 tahun, kelas dua SMA di kota Y. Aku tinggal di suatu kampung di pinggiran kota Y. Di samping rumahku tinggal keluarga kecil dengan dua anak yang masih kecil-kecil. Kebetulan keluarga ini masih famili dengan keluargaku tepatnya masih adik sepupu dengan Ibuku. Paklikku bekerja sebagai kepala sekolah SMP di kota. Setiap hari, beliau sudah pergi bekerja pagi-pagi sekali, dan pulangnya juga sudah sore, karena jauhnya tempat bekerja. Kasihan juga!

Bulikku (tanteku) bekerja di Puskesmas yang tidak terlalu jauh dari rumah. Bulikku ini orangnya ramah, supel, dan cukup manis. Sudah lama aku membayangkan dapat tidur dengannya, tapi itu cuma impian semata. Kalau ingat dia pasti aku langsung onani.

Tiap pagi Bulik menyapu halaman belakang , aku pun demikian. Suatu pagi kami dapat bersama beberapa saat di halaman belakang ketika kami sama-sama lagi menyapu. Kami ngobrol-ngobrol sebentar. Bulikku ini nakal juga pikirku. Dia pake kaus oblong warna putih, dan nggak pake beha, ahh. Aku ereksi habis waktu itu. Dengan nakal Bulik memperhatikan selangkanganku, begitu juga aku meperhatikan dadanya yang membusung itu.

Tampak jelas putting susunya yang berwarna coklat itu. Koq ngaceng, kenapa sih Mas. Bulikku kalau manggil aku pake panggilan Mas, karena anaknya juga begitu kalo panggil aku. Dengan malu-malu aku jawab, Habis Bulik nggak pake beha, jadinya kelihatan itunya. Mendadak aku dipanggil ibuku, karena sudah siang dan aku harus berangkat sekolah. Buru-buru aku mandi, dan nggak lupa colai, enaakkk. Oh Bulikku, biarkan aku mengulum susumu yang montok itu, begitu imajinasiku tiap hari. Tapi nggak ada keberanian untuk itu.

Pada akhir semester ganjil Paklik pergi bertamasya ke Bandung, mengantar anak didiknya. Bulik tidak ikut karena tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Wah ini
kesempatan besar buatku, begitu pikirku, Paklik nggak ada, aku juga libur, ahaa

Aku sudah susun rencana. Aku akan pura-pura main ke rumah Bulik buat baca koran,
maklum rumahku nggak langganan koran. Pagi itu Bapak Ibuku pergi ke Rumah kakakku, buat nengok cucunya, wah makin asyik aja nih.

Bolak-balik aku baca koran, nggak ada berita yang menarik, habis pikiranku sudah nggak di koran lagi. Bulikku lewat didepanku, membawa sabun dan perlengkapan mandi, mau mandi kayaknya. Aku jadi nggak karu-karuan waktu itu.

Pingin rasanya aku ngintip, tapi takut ketahuan. Lalu aku lanjutkan baca koran. Mendadak Bulikku memanggil aku dari kamar mandi. Mas, tolong ambilkan handuk di kamar Bulik, ya. Yessssss, aku langsung berjingkat ke kamar Bulik dan mendapatkan
handuk di balik pintu kamar.

Kamar Bulik harum sekali dan bersih bukan main, semua perabot tertata rapi, dan spreinya tampak tertata dengan baik. Aku langsung ke kamar mandi membawakan handuk. Bulik membuka pintu kamar mandi sedikit saja, aku jadi penasaran. Handuk aku berikan. Deg degan juga aku.

Waktu handuk sudah di tangan Bulik, aku mematung memandangi Bulikku yang terlihat
sebagian. Kenapa Mas, tanya Bulikku,. Aku terkaget, napasku agak sesak. Dengan
keberanian yang cuman sedikit aku baranikan ngomong. Aku pingin, aku pingin Bulik. Bulik tahu apa yang aku maksud, dia tertegun beberapa saat.

Lalu pintu ditutup dan sebentar kemudian Bulik keluar dari kamar mandi dengan handuk membalut tubuhnya. Mlongo saja aku, malu campur napsu. Bulik menuju ke kamar tidur buat ganti baju, karena hari sudah siang dan harus segera berangkat kerja.

Aku dipanggil ke kamar Bulik. Aku nurut saja. Bulik sudah berganti dengan pakaian kerja. Kenapa kamu punya pikiran mau tidur sama Bulikmu ini. Aku sayang sama Bulik, Bulik cantik, seksi. Dia tersenyum dan ketawa kecil. Sesaat kemudian suasana jadi hening. Bulik membisu.

Bulik bilang, Aku juga pingin Mas, sudah lama Paklikmu tidak pernah tidur sama Bulik, sudah hampir satu tahun. Aku pegang tangan Bulik, diam saja, aku remas-remas tangannya, tetap diam saja. Tanpa ba bi bu lagi kami sudah berpagutan, saling melepas keinginan yang sudah lama tertahan.

Aku ciumi bibir Bulikku dengan nafsu kesetanan. Bulik membalas dengan gelora asmara yang sudah lama tertahan. Kami bergumul di lantai beberapa saat, aku ciumi lehernya, kupingnya, ahhhh

Mas, aku pingin. Bulik membuka baju kerjanya, Behanya aku yang lepas. Dua gunung kembar menanti remasanku, langsung saja tanganku meremas susu sebelah kiri, dan aku sedot yang sebelah kanan. Bulik menggeliat nggak karuan. Bulik mendesah agak keras,
ahhhhhhh ahhAku bilang jangan terlalu keras, nanti didengar tetangga.

Aku sudah nggak tahan lagi, maklum pertama kali. Rok Bulik aku lepas dari belakang. Bulik tinggal pake CD warna krem. Aku juga segera telanjang. Aku lepas semua pakaianku, berikut CDku aku lepas, Bulik terkaget melihat penisku yang sudah cukup besar.

Punyamu besar juga Mas. Aku nggak peduli lagi dengan omongan Bulik, aku lepas Cdnya dan terlihat dengan jelas rambut hitam legam dan sangat lebat menutupi lubang yang aku impikan. Aku langsung saja serbu. Aku ciumi lagi bibir Bulik, Saling sedot, saling remas.

Aku nggak kuat lagi, Aku tidurkan Bulik di tempat tidur. Bulik menolak, soalnya tempat tidurnya dari kayu, yang berderit derit kalau dipake begituan. Lalu kasur aku tarik ke lantai, Bulik langsung berguling di kasur, aku serbu lagi. Ahhahhhhhh. Aku nggak mau
lama-lama lagi.

Aku arahkan penisku ke vagina Bulik, Bulik tersenyum. Aku coba masukkan, tetapi gagal, meleset. Lalu Bulik pegang penisku dan diarahkannya ke lubangnya. Aku masukkan pelan-pelan sambil aku nikmati gesekan penis dengan dinding vaginanya, nikmat sekali.

Aku genjot pelan-pelan dan Bulik menikmatinya, merem melek dia.Ahhh ahhBulik menoleh ke kiri, ke kanan. Susunya aku hisap dengan lahap, Bulik semakin terbuai dengan hentakan dan hisapanku, aku juga demikian. Setiap aku menusuk, aku rasakan kenikmatan yang tiada tara. Kami bercinta tidak lama, cuman empat menitan, soalnya diujung penisku sudah berdenyut-denyut.

Aku bilang sama Bulik, Di dalam apa di luar, Bulik? Di dalam saja, nggak apa-apa. Lalu aku pacu lagi, Bulik menggoyang juga. Beberapa detik sebelum ejakulasi, aku tekan dalam dalam penisku di vaginanya, Bulik tahu harus bagaimana, dia goyang pinggulnya dengan ritmis, aku nggak tahan lagi, sperma ku muncrat di dalam vagina Bulikku ini. Nikmatnya..

Aku tahu Bulik nggak puas, sebentar sih Setelah itu kami berciuman lagi, aku bilang kalau aku pingin begituan lagi dengan Bulik, dia setuju, tersenyum. Aku remas susunya.

Lalu dia berdiri dan make baju kerjanya, aku disuruh merapikan kamar tidur. Lalu
Bulik berangkat kerja, OhBulikku yang manis.

Posted in keponakan | Tagged: , | 6 Comments »